Hidup panggung sandiwara , mungkin benar juga lirik lagu yang pernah di lantunkan roker Ahcmad albar . Usai menamatkan pendidikan di salah satu universitas swasta di padang , pata tanggal 25 oktober 2004, pola piker ku mulai berobah , kehidupan yang dulu kujalani dengan santai , bersama para sahabatku yang kami beri nama ke bubun band mulai berubah.
Semasa kuliah orang-orang mungkin boleh iri terhadap kami , tiada hari tanpa ketawa bersama , setiap hari sabtu dan minggu datang , kami di sibukkan dengan kegiatan alam, seperti kemping atau mendaki gunung , hampir semua tempat dan objek wisata alam di sumbar yang masih alami sudah kami jelajahi, jika capek kamipun memilih untuk kemping , ketimbang mendaki, apalagi jika salah seorang diantara kami ada yang sedang merayakan hari ulang tahun , kamipun saling berbagi kebagiaan , thans buat sobat-sobat ku.
Meski satu angkatan , aku lebih dahulu wisuda dari mereka , meski demikian aku masih sering ke kampus dan belajar menemani para sobatku , hingga dosenku heran melihatku , sudah wisuda kok masih ingin belajar, itulah kenyataanya , berat rasanya pergi dari para sahabatku, mungkin bukan karena sahabatku saja, seseorang yang pernah singgah di hatiku semasa kuliah juga membuatku enggan meninggalkan lingkungan kampus, same one yang masih duduk di sementer akhir teknik listrik.
Hari berganti, bulanpun berputar hingga aku sampai di tingkat kejenuhan , tak mungkin hidupku seperti itu terus, apa lagi mengingat aku anak pertama , tumpuan keluarga ku, dalam waktu singkat kuputuskan untuk merantau, ku kubur semua cinta dan persahabatan , kartu handphon yang biasa kupakai untuk komunikasi ku buang, niatku sudah bulat tidak ada lagi cinta dan hura-hura, aku harus kerja demi membalas pengorbanan yang telah diberikan kedua orang tuaku, kota batam menjadi alternatif daerah tujuanku untuk mencari pekerjaan.
Tanggal 5 februari 2004, pertama aku datang ke kepri, sebelum ke batam aku singgah ke kota Tanjung Balai Karimun, menjelang dapat informasi kerja, aku numpang di rumah salah seorang saudara , hingga akhirnya ku trima tawaran menjadi wartwati di sebuah surat kabar harian lokal.
Menjadi seorang wartawati pemula bagiku tidak mudah , karena memang bukan cita-cita ku, apa lagi aku tidak punya kendaraan, jalan kaki alternatifku untuk menghemat biaya, maklum saat itu gaji awalku hanya rp 500 ribu.
Baru sebulan aku kerja, keluarga tempat aku numpang tinggal mulai menunjukkan glagat tidak senang, hingga akhirnya secara halus ia menyuruhku untuk hidup mandiri dengan mengontrak rumah sendiri, malam ia sampaikan kata-kata itu, pagi aku langsung cari rumah kos-kosan dan pindah, dengan uang kos rp 250 ribu, aku mulai berpikir sanggupkah aku hidup di rantau dengan gaji rp 500 ribu. Aku tidak mau pulaung kekampung, jika tidak bisa membantu keluarga, paling tidak aku tidak lagi bergantung orang tuaku, itulah prinsipku.
Ku pastikan diri aku bisa menjalani hidup ini, apa lagi saat wawancara sekaligus perkenalanku dengan salah seorang pejabat teras si karimun ia mengasi amlop berisikan uang rp 300 ribu, itulah junjeng pertama ku, akupun mulai bertanya pada rekan-rekan wartawan lain, apakah memang seperti itu, abis wawancara kita di kasi uang, ia menjelaskan pada ku , jika di kasi kita ambil, jika tidk kita tidak boleh mintak, aku mulai mengerti.
Suatu hari di pojok kantor DPRD Karimun rencananya aku mau jalan kaki kekantor bupati karimun, dalam rangka cari berita, aku jumpa kawan baru, yang se profesi dengan ku, biasanya jika liputan aku tidak lihat dia , akupun kenalan namanya yadi, katanya sih liputan criminal maklum ia wartwan di salah satu harian criminal terbitan batam.” Posmerto karimun”….
Awal kenalan ia mulai perhatian pada ku, bahkan menawarkan liputan bareng, aku pun menerima tawarannya karma aku memang butuh transportasi untuk pengiritan, namun lama-kelamaan aku merasa ini bukan sekedar persahabatn biasa, tapi aku santai aja, liputan bareng sama motor kantornya yang uda tua, kadang sering rusak, bahkan mati sendiri tanpa tau apa sebabnya, aku enjoy aja, emang gue pikirin yang pentingkan aku dapat tompangan, he he .
Suatu hari ia mengajakku makan malam, tempatnya sangat romantis, nasi goreng kampong, dengan segelas jus alpukat, itulah menu yang ku pesan, kamipun mulai ngobrol , dari soal pemberitaan hingga persoalan asmara, ia pun mulai bertanya, siapa pacarku , he he he , aku sudah tahu kemana arah tujuannya , aku bilang ngak ada, karna saat itu aku memang sudah mis komunikasi dengan pacar semasa kuliahku, awalnya sih aku malas jatuh cinta lagi , karena memang aku takut perpisahaan, aku capek menjalin hubungan perasaan namun akhirnya bubar, aku malas memulainya.
Tapi aku mulai berpikir , kenapa tidak ku coba pacaran lagi , paling tidak tempat aku berkeluh kesah , maklum aku hidup sendiri di rantau, kadang aku jenuh juga di kamar kos, akupun mulai membuka hatiku untuk dia.
Jujur saja awalnya aku kurang suka, bukan karena tampangnya, tapi justru penampilannya, rambut panjang, celana robek di bagian lutut, dan baju yang tidak di sterika, dan jarang diganti, dengan postur kurus pucat , itulah yadi yang awalnya ku kenal.
Aku pernah konsultasi dengan salah seorang teman yang kupercara, tentang dia, ia menyarankan, penampilan sih bisa di robah, begitu juga fisik nanti kan bisa gemuk kalau uda senang, pasti gemuk, benar juga ya pikirku.
Tiga bulan pertama kami pacaran , aku mulai lihat ia merobah penampilannya, maklum aku sering protes, kamipun menjalani kehidupan kami. Sekitar satu tahun kami pacaran, kami mulai membuat suatu komitmen serius, ia pun mendukung, kami membuka satu rekening bersama di bank mandiri, untuk persiapan di masa depan, beberapa bulan kamipun mempunyai simpanan lebih kurang rp 4 juta , uang itu habis, karena ku putuskan kredit motor, agar kami bisa lebih nyaman liputan , maklum yang selama ini kami pakai kan motor kantor.
Pertengahan tahun 2006 merupakan masa suram kami, media tempatku bekerja bangrut, akupun memutuskan untuk pulang kampung, hingga akhirnya aku ke Jakarta, kerja bersama saudara ku di sebuah lembaga penyedia jasa seminar.
Meski berjauhan kami terus komunikasi via ponsel , hubungan jarak jauh yang dialami tidak se indah dulu, aku mulai bosan di Jakarta, selain kondisi kerja yang tidak nyaman , aku juga tidak suka dengan glagat keluargaku di Jakarta, hingga akhirnya dari Jakarta kupuskan langsung kembali ke tanjung balai Karimun.
Satu bulan menganggur, aku sambung kerja lagi, di salah satu perusahan televise local, lagi-lagi sebagai wartawati, komitmen untuk hemat dan menabung masih kami lakoni, hingga rejeki kamipun lancar, uangpun terkumpul lebih kurang rp 15 juta, rencananya uang ini kami pakai untuk midal nikah, tapi piker-pikir umur kami belum terlalu tua, kami putuskan untuk menginvestasikan uang tersebut dengan membeli satu unit rumah di tanjung balai karimun, tepatnya di perumahan sinar telaga indah, type 72 , cukuplah buat keluarga kami nanti.
Hingga sekarang aku masih bertahan di provesi yang awalnya tidak ku senangi ini ……. Hubungan asmara kami pun masih terjaga hingga saat ini , meski sering bertengkar, alhamdulillah tidak berujung fatal………ya mungkin benar juga yang ia katakan…..jika aku sedang panas ialah jadi airnya yang menyirami hati ku,,,,,,,, begitu juga sebaliknya ………kejujuran keterbukaan dan saling memahami adalah kunci kelanggengan hubungan asmara kami……
I love youu so mach////////////////////////////////////